Pada Akhirnya

[TW: SUICIDE]

"ash? kalau aku pergi kamu bagaimana?"

"ya aku ikut"

"tapi aku mau kamu tinggal, kamu orang baik"

"gabisa, ra. aku pasti akan ikut, kita itu satu"

tanganku gemetar. aku terduduk di lantai kamar mandiku dengan air mataku yang berlinang tidak terkendali.

kadang aku heran, dia mau saja bersama dengan manusia ceroboh sepertiku ini. entah memang karena dia setia atau karena tidak ada pilihan.

"ra, kamu kenapa nangis lagi?"

"aku gabisa ngelakuin apa-apa dengan bener, ash"

"kamu mau apa bawa-bawa silet itu? lukamu dari minggu kemarin belum hilang"

"iya, tau"

bodoh memang kalau aku begini terus. tidak ada kemajuan kalau bisanya hanya luapkan emosi di tangan dalam bentuk goresan berdarah saja.

kalau kata orang-orang aku ini gila. tak waras. diluar otakku.

yah, bagaimana tidak? mereka melabeliku begitu, maka jadilah aku begitu.

"hapus dulu air matamu, ra"

aku ingat ketika ayah berteriak padaku bahwa aku cuma buat repot saja kerjaannya. tidak ada spesialnya dibanding anak teman-temannya. cuma bisa bikin onar. semua perilakunya menyimpang dan patut untuk mati.

aku terbawa kembali ketika teman-teman mengetawai aku gara-gara aku minta mereka berhenti mengataiku. aku dibilang tidak jelas. tidak tau tuhan. bahkan aku diludahi dengan kata-kata sumpah serapah mereka yang tidak tersaring lagi. katanya jangan mau berteman denganku, cuma bisa bawa sial saja.

"persetan kata mereka, ra. kamu dirimu sendiri. beda itu baik"

"oh ya? apalah yang kamu tau, ash? kamu cuma ada di anganku saja. sebuah gambaran di bayangan cermin yang bisa pudar ketika aku bangun dari khayalku"

sudah sampai disini saja. aku tidak tahan lagi.

aku mengambil silet yang sedari tadi aku pandangi dengan penuh harap. aku terduduk di bak mandi kosong bagai jiwaku saat itu. kutarik napas panjang dan beberapa tetes air mata pun keluar. aku mulai menggores tanganku dengan penuh kesal dan sesal.

haruskah aku gores lebih dalam lagi?

pertanyaan tersebut agak telat beberapa detik rupanya saat aku tersadar bahwa urat nadiku telah terpotong. darah mulai mengalir memenuhi bak mandi kosong itu. rasa perih mengalir di setiap urat dalam diriku bersama dengan ngilu tidak terkira. nafasku berhembus makin cepat dengan denyut rasa sakit di seluruh tubuhku. pandanganku mulai kabur. ini lah saatnya.

aku dapat melihat ash duduk di depanku dengan senyum yang disertai tetesan air mata berjatuhan.

"aku ikut denganmu, ra. sampai akhir."

semua mulai gelap bersamaan ketika bayangan ash hilang terhembus bersama angin.

—ra

catatan: Ini salah satu tulisan yang kubuat ketika aku benar-benar merasa jatuh, sedih, dan marah pada diri sendiri

Popular Posts